Minggu, 22 Februari 2015

Sejarah Penulisan Al Quran

Gambar: Mushaf Ustamani yang disimpan di Tashikent. Photo diambil dari Wikipedia

Kitab suci Al-Quran diturunkan oleh Allah dalam bentuk lisan, dan bukan tertulis, apalagi dalam bentuk kitab yang sudah jadi. Karena tidak bisa membaca dan menulis, maka Rasululah hanya mendengarkan secara seksama wahyu yang diturunkan lewat malaikat Jibril, lalu beliau menghafal dan menyampaikan kembali wahyu Allah tersebut kepada para sahabatnya saat beliau salat dan mengajar. Nabi Muhammad mendorong para sahabat untuk mempelajari dan menghafalkannya dengan menyebutkan sebuah hadist yang berbunyi:

"Sebaik-baiknya orang adalah yang mempelajari Al-Quran dan menyampaikannya.." 

Nabi meminta para sahabat yang bisa membaca dan menulis untuk menuliskan wahyu yang diterimanya itu. 

Usaha Umar bin Khatab
Setelah baginda nabi wafat, maka masih ada cukup banyak sahabat nabi yang hafal ayat-ayat Al Quran. Lalu pada masa pemerintahan Abu Bakar, saat Perang Yamamah, yakni perang melawan nabi palsu - Musailamah Alkahzab, maka banyak para penghafal Al Quran yang tewas dalam pertempuran tersebut. 

Khawatir dengan banyaknya penghafal Al Quran yang wafat, sehingga Al-Quran tidak bisa diwariskan kepada generasi selanjutnya, maka Umar bin Khatab mengusulkan untuk menuliskan seluruh ayat Al-Quran dalam satu buku, karena pada saat itu tidak ada satu sahabat pun yang mempunyai catatan semua ayat Al-Quran secara lengkap. Lalu ditunjuklah Zaid bin Tsabit sebagai ketua kodifikasi Al-Quran. Zaid dipilih karena dia adalah pembaca Al-Quran terbaik; dia hafal semua ayat Quran, yang diminta oleh Rasul untuk menuliskan ayat Quran dan dia jugalah yang selalu hadir saat Rasul membaca seluruh ayat Al-Quran pada Ramadhan terakhir Rasulullah. 

Perlu diketahui sebelumnya, bahwa pada masa pemerintahan Ustman bin Affan, Islam telah menyebar ke berbagai negeri, seperti Kufah (Irak), Byzantium, Syria, dll. Karena Al-Quran yang dibacakan oleh Rasulullah terdiri dari 7 dialek, yaitu dialek suku Quraisy, Huzail, Tsaqif, Hawazin, Kinanah, Tamim dan Yemen. Pada saat itu juga banyak orang Arab yang bangga dan merasa superior dengan dialeknya masing-masing, maka hal ini menimbulkan kekhawatiran terjadinya perpecahan. Terlebih lagi banyak mualaf, terutama yang dari luar Arab, yang ketika salah membaca Quran tidak bisa dideteksi kesalahannya: apakah memang karena salah baca atau apa karena baca dengan salah satu dari 7 dialek. 

Seorang sahabat bernama Huzaifah bin al Yaman ketika ia berada di Irak segera menyadari masalah ini. Ia khawatir akan terjadi perpecahan dan Al-Quran akan berubah. Lalu ia lapor kepada Khalifah Ustman bin Affan. Lalu Ustman membentuk tim yang juga diketuai oleh Zaid bin Tsabit dengan anggota 4 ahli Quran lalu menuliskan kembali Al-Quran dari mushaf yang ditulis pada jaman Abu Bakar yang saat itu disimpan oleh Hafsah, putri Umar bin Khatab dan juga istri Rasulullah, ke dalam dialek suku Quraisy yang merupakan dialek yang paling bagus. Lalu tim ini menulis 7 salinan Al-Quran yang disebut Mushaf Ustman yang disebarkan ke 7 wilayah, yaitu: Madinah (ibu kota), Makkah, Syria, Basrah, Kufah, Yemen, Bahrain. Ustman juga mengirim seorang ahli Quran dengan salinan Al-Quran tersebut ke wilayah-wilayah tersebut. Lalu ia memerinthkan untuk membakar semua kopi Al-Quran selain 7 salinan tersebut. Selanjutnya semua salinan Al-Quran berasal dari 7 salinan Mushaf Ustmani. 

Kita mungkin bertanya, mengapa Al-Quran diturunkan kepada Rasulullah dalam 7 dialek? Ternyata dengan 7 dialek ini memudahkan pembacaan dan penghafalan Al-Quran bagi muslim yang berasal dari beberapa suku yang ada pada saat itu, sehingga mereka dapat menghafal porsi besar ayat saat Rasul masih hidup. Karena mayoritas orang Arab saat itu tidak bisa membaca dan menulis, maka Al-Quran dijaga dengan cara penghafalan. 

Contoh perbedaan dialek adalah dalam kalimat alaihim (kepada mereka). Sebagian suku membacanya alaihumuu, kata siraat (jalan) sebagian membacanya siraat, sedangkan yang lain ziraat

Pertanyaan lain, ke manakah Mushaf Ustmani sekarang? Mushaf Ustmani untuk Madinah awalnya disimpan di Masjid Nabawi, namun rusak karena terbakar. Dan setelah PD I hilang setelah dikirim ke Turki. Mushaf untuk Syria awalnya disimpan di masjid di Damaskus, namun saat terjadi kebakaran Mushaf habis terbakar. Namun sebelum terjadi kebakaran, sempat disalin, dan salinannya disimpan di Istambul Turki pada saat PD I. 

Seorang ahli tafsir Ibnu Katsir mengaku pernah melihat mushaf Ustmani di Syria sebelum hilang terbakar. Mushaf Ustman di Kufah pernah disalin di atas kulit rusa, dan disimpan di Mesir. Kopi Mushaf Ustmani yang lain diyakini berada di Tashikent. 

Semua tulisan tangan Al-Quran saat ini bisa ditemukan di Library of Congress in Washington, the Chester Beatty Museum di Dublin Irlandia dan di London Museum. Sebuah penelitian selama 50 tahun yang dilakukan oleh Institute fur Koranfoschung Universitas Munich yang mengumpulkan 42.000 salinan Al-Quran, baik yang lengkap maupun yang tidak lengkap menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan antara salinan awal Al-Quran dengan salinan Al-Quran yang ada saat ini, kecuali kesalahan penyalin yang dengan mudah dapat diketahui. 

Hanya Mushaf Ustmani ditulis tanpa tanda baca karena saat itu bahasa Arab belum dikaji tata bahasanya dan masih banyak yang mengerti bahasa Arab dalam bentuk tulisan yang simple, sedangkan Al-Quran yang sekarang kita kenal sudah dilengkapi dengan tanda baca, titik dan tanda berhenti. Tata Bahasa Arab mulai diperkenalkan oleh Abul Aswad Ad Duali, atas perintah Khalifah Ali bin Abi Thalib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar